Rabu, 27 Oktober 2010


Sebelum terlepas dari belenggu penjajah, Bumi Pertiwi ini memang menjadi incaran para pemburu bahan mentah dari manca negara. Sumber daya alam minyak seakan-akan barang bagus yang bisa menjanjikan keuntungan banyak bagi si penemunya. Sangat beralasan jika KPM maupun Thell Transport & Trading Co. dari inggris akhirnya bergabung menjadi Koninklijke Shell Groep pada tanggal 24 Februari 1907. Dua kelompok perusahaan asing yang semula berjalan sendiri-sendiri itu, merasa lebih baik menjadi satu dalam ihwal menacari keuntungan ketimbang harus terlibat dalam persaingan. Koninklijke Shell Groep akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Shell. Pemegang saham terbesar dalam usaha patungan ini adalah Koninklijke Nedrlandsche Petroleum Waatschapij. Enam puluh persen berada di tangan KPM, sementara empat puluh perse dipegang oleh Shell Transport.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua perusahaan ini mendirikan lagi anak perusahaan bernama Btaafsche Petroleum Maatschapij (BPM), kemudian Aziatic Petroleum dan Saxon Petroleum Company. Masing-masing anak perusahaan Shell bergerak di bidang yang berbeda. BPM menangani bidang produksi. Aziatic Petroleum bergerak di bidang pemasaran dan Saxon Petroleum Company memusatkan perhatian di bidang angkutan minyak.
Sempat ada perusahaan minyak asing lain yang berdiri di Jawa Timur dengan nama Dortsche Petroleum Maatschappij. Semula perusahaan ini bekerja sendiri. Namun pada tahun 1911 Dortsche Maatschappij dibeli oleh BPM. Praktis, pada saat itu, seluruh industri minyak di Indonesia mendapat pengawasan dari Koninklijke Shell Groep(Shell).
Pada tahun 1912, perusahaan minyak amerika, agaknya tak ingin kalah gesit dengan perusahaan asing lain yang sudah lebih lama bercokol dan membuka ladang-ladang minyak baru di Indonesia. Perusahaan minyak Amerika menjejakkan kakinya dengan membuka cabang usaha bernama Nedrlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM). NKPM yang membawa nama-nama KPM itu selanjutnya berubah menjadi Standard Vacumm Petroleum Maatschappij (SVPM) dan akhirnya pada tahun 1959, berubah lagi menjadi PT Standard Vacuum Petroleum Maatschappij; yang lebih dikenal dengan nama STANVC. Stanvac membuka ladang minyak di Talang Akar dan Pendopo di Sumatra Selatan. Konon Talang akar merupakan ladang minyak paling besar di Indonsia, sebelum perang dunia kedua berkecamuk.

PERSAINGAN SEMAKIN SERU
Kehadiran perusahaan minyak Amerika, tak ayal lagi, merupakan saingan berat Shell. Untuk menjaga persaingan dari perusahaan minya Amerika kelompok perusahaan minyak Belanda bergabung dengan perusahaan minyak Inggris, mendirikan lagi perusahaan campuran antara BPM dan Pemerintah kolonial Belanda. Agar kedua pemerintah masing-masing perusahaan yang bergabung itu memegang saham sebesar 50 persen. Perusahaan campuran itu diberi nama NV Nedrlansche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). NIAM membuka ladang minyak di kawasan Jambi, perusahaan minyak campuran inipun mengeksploitr sumber minyak di Ogan, Sumatra Selatan dan Pulau Bunyu, Kalimantan Timur.
Tahun 1930, masih perusahaan dari Amerika, dengan nama Standard of California, ikut-ikutan nimbrung memburu laba di Nusantara tercinta ini. Standard of California membuka cabang di Indonesia dengan nama Nedrlandsche Pasific Petroleum Maatschappij (NIPM). Di tahun 1936, NIPM menandatangani kontrak pembukaan ladang minyak di daerah Rokan. Pada tahun yang sama, Satandard of California bekerja sama dengan perusahaan minyak Texas Company (Texaco). NIPM yang dimiliki oleh kedua perusahaan Amerika inipun akhirnya mengubah nama menjadi California Texas Oil Company, yang lebih dikenal dengan Caltex.
Katakanlah, hampir seluruh wilayah Nusantara yang menyimpan kandungan minyak bumi, satu demi satu dikuras perusahaan minyak asing. Termasuk daerah Irian Jaya. Para perusahaan asing, baik dari pihak Belanda yang ketika itu masih menguasai wilayah Nusantara sebagai jajahannya, demikian pula para pengusaha asal Amerika dan Inggris, secara bersama-sma telah membuka ladang minyak di Irian Jaya. Ladang minyak Irian Jaya dikelola oleh Nedrlansche Niew Guinea Petroleum Maatschapij (NNGPM). Para pemegang sahamnya terdiri dari Shell sebesar 40 persen, Stanvac 40 persen dan Caltex 20 persen.
Kendati operasional di ladang minyak Irian Jaya sepenuhnya dipegang oleh Shell karena perusahaan ini sudah melakukan survey di daerah tersebut semenja tahun 1928. Di tahun 1935, NNGPM memperoleh konsensi di sekitar wilayah Sorong. Daerah eksplorasi perusahaan patungan itu meliputi areal seluas 100,000 kilometer persegi. Produksi minya di Irian Jaya mulai menampakkan hasil pada tahun 1948. Ketika itu, ladang minyak Klamono mampu menghasilkan minya bumi sebanyak 4000 barel perhari.

(belum selesai)

Kamis, 07 Oktober 2010

SEJARAH MUNCULNYA ILMU KALAM

Sumber utama ilmu kalam adlah Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW. yang berisi tentang penjelasan tentang wujud Allah, keesaan-Nya , dan persoalan-persoalan lainnya.

Ilmu kalam sebagai disiplin ilmu , baru muncul setelah Rasullah saw. wafat. Banyak sumber yang menyebutkan bahwa munculnya ilmu kalam adalah berawal dari persoalan politik. Persoalan politik yang paling hangat yang telah menimbulkan munculnya ilmu ini adalah perang saudara antara kelompok Ali bin Abu Thalib melawan kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan. BErawal dari inilah muncul beberapa kelompok yang mempersoalkan masalah-masalah yang berhubungan dengan Tuhan.

LATAR BELAKANG

Dalam sejarah munculnya ilmu kalam terdapat dua aliran pokok, yaitu aliran rasional dan tradisional. Aliran rasional di cetuskan oleh kaum Muktazilah dengan tokohnya Abu Huzil Al-Allaf, An-Nazzam, Muamar bin Abbad, Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar, dan Al-Jubba'i. Tokoh-tokoh kaum Muktazilah ini telah mempelajari dan memanfaatkan filsafat dalam menangkis argumen-argumen filosofis yang dikemukakan oleh lawan mereka. Akal, menurut aliran Muktazilah dapat mengetahui adanya Allah, kewajiban berterima kasih kepada Allah, perbedaan antara yang baik dan jahat, serta kewajiban manusia untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kejelekan.

Dengan demikian akal dalam aliran ini menempati kedudukan paling tinggi. Di pihak lain aliran tradisional tidak memberikan kedudukan dan kemampuan terhadap akal.

Hal ini disebabkan sebelum lahirnya agama, kemampuan akal hanya terbatas mengetahui adanya Allah dan untuk mengetahui selain itu adalah di luar kemampuan akal.

Kaum Asy'ariah termasuk yang mempelopori aliran tradisional dengan tokoh-tokohnya, antara lain Al-Baqilani, Al-Juwaini dan Al-Gazaali.

Selain dua aliran tersebut, terdapat aliran lain, yaitu aliran Maturidiah. Aliran ini mencoba menempuh jalan tengah dari kedua aliran pokok di atas. Meskipun kurang populer aliran ini banyak dianut oleh masyarakat muslim.

PENGARUH SOSIAL POLITIK TERHADAP ILMU KALAM

Pada masa awak Khulafaur Rasyidin, umat islam tetap berpegang teguh pada pangkal aqidah yang diwarisi dari masa nabi Muhammad saw., meskipun pada masa itu muncul persoalan yang menimbulkan pertentangan diantara umat islam, yaitu masalah khilafah. Perbedaan pendapat ini masih belum menonjol ke masalah politik. Selain itu, pembahasan yang menyangkut aqidah secara ilmiah pada masa tersebut belum menonjol karena kesibukan dalam menghadapi musuh dalam mempertahankan keutuhan kesatuan umat.

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan terjadi kekacauan politik yang menimbulkan bibit perpecahan sehingga timbul golongan atau kelompok yang masing-masing mempertahankan pendiriannya. Persoalan tentang dosa besar muncul, yakni apa hakiakat dan bagaimana hukum orang yang mengerjakan sesuatu. Pembicaraan tentang dosa besar bermula dari adanya pembunuhan terhadap Khalifa Usman bin Affan oleh kelompok pemberontak dari Irak. Setelah itu, timbul perbedaan pendapat tentang iman dan kafir. Hal-hal yang dipertanyakan dalam persoalan (iman dan kafir) ini adalah apa pengertian dan bagaimana batas-batas iman dan kafir, bagaimana pertalian iman dan kafir dengan perbuatan lahir, dan apakah pelaku dosa besar itu masih dianggap mukmin atau kafir karena berbuat dosa besar. Persoalan ini menimbulkan tiga aliran kalam, yaitu Khawarij yang menyatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, Murji'ah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir, serta Muktazilah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar itu tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi berada diantara kedua itu.